Memahami Ibadah MAHDHAH dan GHAIRU MAHDHAH (Agar Tidak Mudah Membid'ahkan)
pertama saya akan sampaikan dulu apa yang saya dapat dari guru saya pertama akan saya sampaikan apa itu ghairu mahdhah dan ibadah mahdhah ??????
- Ibadah mahdhah, alias “murni ibadah”. Inilah perbuatan yang dilakukan manusia dengan motivasi pokok: mendapatkan manfaat di akhirat, misalnya: salat, puasa ramadan, dan lain-lain.
- Ibadah ghair mahdhah atau “perkara non-ibadah”. Inilah segala hal yang dilakukan oleh manusia dengan motivasi pokok: mendapatkan manfaat duniawi, misalnya: jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain
Membahas
masalah ini memang butuh kejernihan dalam kita memandang. Dalam Islam ,ibadah
dibagi ke dalam dua macam :
1. Bagaimana hakikat ibadah itu?
2. Apa saja syarat-syarat diterimanya
ibadah?
Apa
pernah yang berani menambah atau memperbaharui ibadah semacam itu? Jawabannya
ada, yaitu Muawiyah. Dalam Sunah Rasulullah ibadah jum’at didahului dengan 2
khotbah, sedangkan sholat 2 Id didahului sholat baru kemudian khutbah. Ibadah
cara ini kemudian oleh Muawiyah diubah yaitu tatakala sholat Id, dia melangkah
ke mimbar dan memberi khotbah baru kemudian sholat. Oleh para ulama’ pada masa
itu telah diingatkan,
“Hai
Muawiyah, sungguh engkau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah”
Kemudian Muawiyah menjawab,
“Kalau
aku khutbah setelah usai sholat maka tidak ada manusia yang akan mendengarkan
khutbahku” sambil berlalu menuju ke mimbar dan ia sungguh telah berkotbah
sebelum sholat Id didirikan. Inilah bid’ah yang sesat itu.
Sholat
dengan bahasa Indonesia, seperti yang terjadi di Jawa Timur, itu juga bid’ah
dholalah (sesat) karena sholat masuk ke dalam ranah ibadah mahdoh sehingga
mengubah dan menambahi aturan di dalamnya termasuk kategori sesat. Bukankah
Rasulullah sduah menggariskan “Sholluu kamaa roaitumuuni usholli –sholatlah
kalian sebagaimana kalian lihat aku sholat”. Ibadah bentuk ini memiliki 4
prinsip, yaitu:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil
perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi
merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus
berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul
oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء
Dan Kami
tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64)
وما
آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu
maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS.
59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya
ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan
wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah
tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah
lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar
ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang
dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan
salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
3. Ibadah Ghairu
Mahdah
Ibadah ghoiru mahdoh : adalah seluruh perilaku
seorang hamba yang diorientasikan untuk meraih ridho Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan
baku dari Rasulullah. (edisi I tentang bidah, sudah penulis singgung--
Dalam hadis Jarir ibn `Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من سن
في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء
ومن سن
في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص
من
أوزارهم شيء
“Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam (man sanna fîl Islâm
sunnatan hasanah), maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang
melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka; dan
barangsiapa merintis jalan yang buruk dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan
sayyi-ah), maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya
sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa mereka.” (Lihat antara lain:
Shahih Muslim, II: 705, Hadis senada diriwayatkan oleh 5 imam antara lain,
Nasa’i, Ahmad, Turmudi, Abu Dawud dan Darimi).
Atau
dengan kata lain definisi dari Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala
amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah
belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain
sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a.
Keberadaannya
didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.
b.
Tatalaksananya
tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan
rasul bid’ah,
maka bid’ahnya
disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam
ibadahmahdhah disebut bid’ah
dhalalah.
c.
Bersifat
rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau
untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh
akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan,
dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
d.
Azasnya
“Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.
Maka
segala bentuk kegiatan baik yang ditujukan untuk meraih ridho Allah masuk ke
dalam ranah ibadah ghoiru mahdoh.
Lha itu
peringatan mulid nabi, isro’ mi’roj kan juga bid’ah tho ustadz? Betul,
itu bid’ah namun ia masuk ke dalam kategori sunnah hasanah (bukan sunnah
sayyi-ah). Mengapa? Dahulu Buya Hamka ketika kali pertama mendengar
aktifitas Maulid Nabi dan Isro’ Mi’roj juga mengatakan itu adalah bid’ah
sesuatu yang tidak pernah dijalankan oleh Rasulullah. Namun ketika beliau
menyaksikan sendiri rangkaian kegiatan tersebut yanga ternyata berisi
dzikir-dzikir kepada Allah dan mauidhoh hasanah yang mengajak umat untuk amar
ma’ruf nahi munkar serta untuk menteladani pribadi Rasulullah dan memikirkan
kekuasaan Allah yang telah menjalankan hambaNya Muhammad saw dari Masjidil
Haram-Masjidil Aqsha-Sidratul . Tentang Isra’ Mi’raj dalam Alqur’an disinggung
Q.S. Al Isra’ : 1
Artinya ; “Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al
Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Bagaimana
Umat akan bisa melihat kekuasaan Allah yang demikian hebat ini kalau mereka
tidak pernah diajak untuk mengaji (baca mengkaji)? Apalagi menjelaskan kepada
para pengikut Alqiyadah yang notabene tidak meyakini adanya Isra’ Mi’raj.
Mereka tidak akan percaya begitu saja dengan keterangan-keterangan normatif. “Itu
kan sudah diinginkan Allah. Kalau Allah berkehendak apapun akan terwujud.”
Lha itu
kan Isra’ Mi’raj, lha Maulid nabi kan tidak ada dalilnya ustadz?
Sampeyan
ini bagaimana, lihatlah sejarah bagaimana awal mula Maulid nabi diselenggarakan
oleh Salahuddin Al Ayyubi (Alqur’an memerintahkan kita untuk
melihat masa lalu untuk masa yang akan datang lihat Q.S. Al Hasyr (59)
: 18)
Sekarang
bagaimana umat bisa paham ayat Q.S. Al Ahzab (33) :21? Yang membahas tentang
perilaku nabi Muhammad bahkan menteladani perbuatannya (uswatun hasanah) kalau
mereka tidak pernah tahu? Baca buku ogah, lihat film tentang sejarah
nabi kalah dengan Hollywood dan Bollywood. Lalu pakai apa
dong?
“Makanya
ngaji dong ustadz?”
Apa
menurut sampeyan semua orang bisa kayak sampeyan ngaji rutin berjam-jam. Tidak
semua orang memiliki kesempatan dan peluang seperti sampeyan. Oleh karena itu
harus ada media yang bisa mengajak mereka untuk ngaji bareng dalam suasana yang
elegan, tidak terlalu formal. Di sinilah diperlukan HIKMAH dalam kita mengajak
umat untuk menuju jalan Tuhan.
Lihat
Q.S. An Nahl (16) : 125 :
ادع
إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك
هو
أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan HIKMAH dan pelajaran yang baik (Mauidhoh Hasanah)
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam
Islam ada dalilul ‘am (Dalil umum) dan dalilul khos (dalil khusus).
Seperti halnya ibadah di atas yang terbagi ke dalam 2 bagian, yakni ibadah
dalam artian khusus (ibadah mahdhoh) dan ibadah dalam artian umum (ibadah
ghoiru mahdhoh). Maka ketika dalil khusus tidak dijumpai kita
harus merujuk kepada dalil ‘am.
Dengan
demikian, kalau kegiatan pengajian Maulid nabi Isra’ Mi’raj itu diberangus, apa
bisa sampeyan menciptakan sebuah forum atau kegiatan yang dapat menarik sekian
banyak orang untuk turut serta ngaji? Kalau bisa ya tidak apa-apa malahan
bagus.Di sinilah perlunya KREASI, IDE-IDE CERDAS yang mengajak kepada kebaikan.
Kapan Islam bisa mengikuti perubahan zaman yang kian modern kalau kita
senantiasa mundur ke zaman onta?.
Hakikat Ibadah
Sebenarnya
dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu [3] :
خُضُوعُ الرُّوْحِ يَنْشَا ُعَنِ اسْتِشْعَارِالقلبِ بمحبة
ِالمعبودِ وعظَمتهِ اعتقادا بان للعالم سلطا نا لايدْرِكُهُ العقلُ حقيقَتَهُ
“ ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati
(jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran
beri;tiqad bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui
hakikatnya".
Adapun
seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :
اصل العبادةِ ان ترضى لله مد براومختارا, وترضى عنه قاسما
ومعطيا ومانعا وترضاه اِلهًا ومعبودا
“ pokok
ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan; selaku orang
yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi penghalang
(penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau dan pujaan (engkau
sembah)
Didalam
ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah [4]. Penghalangnya yaitu :
1.
Rezeki dan keinginan memilikinya,
2.
Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan,
3.
Qadha; dan pelbagai problematika, dan
4.
Kesusahan dan berbagai musibah.
Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah
perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan
kecuali berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa yang tidak di syari’atkan
berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan
sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya
tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah
itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua
macam yaitu[5]:
1. Ikhlas
قل انى امرت ان اعبد الله مخلصا له الدين. وامرت لان اكون اول
المسلمين (الزمر:11-12)
“Katakan olehmu, bahwasannya aku diperintahkan
menyembah Allah (beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan ta’at kepada-Nya;
yang diperintahkan aku supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri
kepada-Nya.”
2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan
tuntunan Rasulullah
........فمن كان يرجوالقاءربه فليعمل عملاصالحاولايشرك بعبادةربه احدا
(الكهف:110)
“Barang
siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan tuhannya dalam
ibadahnya itu”
Syarat
yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena
ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti
syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Ulama’ ahli
bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:
الوفاء بالعهدود والمحافطة على الحدودوالصبر على المفقو والرضا
بالموجود
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang
diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.
Kesimpulan saya ????????
Ibadah
merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam
islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan
ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah. Seorang hamba
yang ibadahnya ingin dikabulkan hendaklah haruis memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas
dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Belum ada tanggapan untuk "Memahami Ibadah MAHDHAH dan GHAIRU MAHDHAH "
Post a Comment
# Saya akan coba merespon komentar baru secepatnya.
# Harap berkomentar dengan bahasa baku tanpa singkatan.
# Komentar promosi, spam, dan komentar satu kalimat yang tidak bermutu akan saya hapus langsung.
# Jangan menggunakan nama pengomentar dengan nama yang berbau porno, judi, dan yang negatif lainnya.
# Setiap komentar akan dimoderasi secara manual sebelum muncul.