KISAH SEORANG SUFI IBRAHIM BIN ADHAM DENGAN PEMUDA PENDOSA
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah
sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan
tak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham,
“Wahai tuan guru, aku seorang pendosa yang rasanya tak mungkin bisa
keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara
untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini?” Ibrahim bin Adham
menjawab, “Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya
kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.
Pertama, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka
usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu.” Orang itu
terperangah, “Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu
melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun
perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan
di lubang semut pun.” Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa
dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang
kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Lalu mengapa
terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu
perbuat?” Orang itu lalu tertunduk dan berkata,”katakanlah yang kedua,
Tuan guru!”
Kedua, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan
pernah lagi kamu makan rezeki Allah.” Pendosa itu kembali terperangah,
“Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di
sekeliling manusia adalah dari Allah semata? Bahkan, air liur yang ada
di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua.” Ibrahim bin Adham
menjawab, “Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah
sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan
laranganNya? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap
saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah
kamu punya muka untuk terus makan darinya?” “Sekali-kali tidak!
Katakanlah yang ketiga, Tuan guru.”
Ketiga, kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah
kamu tinggal lagi di bumi Allah.” Orang itu tersentak, “Bukankah semua
tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru? Bahkan, segenap planet,
bintang dan langit adalah milikNya juga?” Ibrahim bin Adham
menjawab,”Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari
semua miliknya, akankah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan
aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa
yang kamu lakukan?” Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan
dari kelopak matanya lalu berkata, “Katakanlah yang keempat, Tuan
guru.”
Keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu
saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat,
tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut.” Bagaimana mungkin, Tuan
guru? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?”
Ibrahim bin adham menjawab, “Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua
berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat
malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu,
berzina dan melakukan dosa lainnya?” Air mata menetes semakin deras dari
kelopak mata orang tersebut, kemudian ia berkata, “Wahai tuan guru,
katakanlah hal yang kelima.”
Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat
maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka
janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam
neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa
bertobat dan menambal dosa-dosamu itu.” Pemuda itupun berkata,
“Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan
guru? Bukankah hidup hanya sekali? Ibrahim bin Adham pun lalu berkata,
“Oleh karena hidup hanya sekali anak muda, dan kita tak pernah tahu
kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat
pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih
akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?”
pemuda itupun langsung pucat, dan dengan surau parau menahan ledakan
tangis ia mengiba, “Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi
mendengarnya.” Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin
Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli
ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.
Semoga kisah ini menjadi renungan bagi kita bersama dalam menapaki setiap langkah kita selagi hidup di dunia.
اَلْحَمْدُلِلّهِ
Belum ada tanggapan untuk "TIPS TAUBAT "
Post a Comment
# Saya akan coba merespon komentar baru secepatnya.
# Harap berkomentar dengan bahasa baku tanpa singkatan.
# Komentar promosi, spam, dan komentar satu kalimat yang tidak bermutu akan saya hapus langsung.
# Jangan menggunakan nama pengomentar dengan nama yang berbau porno, judi, dan yang negatif lainnya.
# Setiap komentar akan dimoderasi secara manual sebelum muncul.